MuslimahZone.com – “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakanpasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar Rum:21)
Dalam novel Maryamah Karpov ada sentilan berharga seputar rumus-merumus, kurang lebih, apapun selalu ada rumusan matematikanya. Diceritakan bahwa Ikal sedang belajar bermain biola bersama pengamen biola perempuan bernama Maryamah Karpov.
Dalam pembelajarannya, dikisahkan betapa sulitnya Ikal memainkan biola. Hampir mustahil agaknya jika tanpa bakat. Begitu seolah-olah kesimpulan awal. Betapa tak keru-keruannya suara yang keluar jika biola itu digesek dan ditekan sembarangan. Nyaring melengking-lengking sangat mengganggu telinga.
Tapi, Ikal tak patah arang. Ia coba dengan menekan dan menggesek dawai beraturan, ternyata ia dapat nada yang beraturan pula. Ternyata biola pun ada rumusan matematikanya. Itu artinya biola bisa dimainkan dengan rumus, tanpa rasa, tanpa jiwa, tanpa cinta, tanpa bakat. Sangat mungkin akan dihasilkan melodi yang sama dengan mereka yang sepenuh jiwa menggeseknya.
Seperti biola mungkin seperti itu pula bahtera rumah tangga kita. Ada rumus-rumus yang sudah disediakan Allah. Rumus yang mau tidak mau harus kita pakai karena hanya dengan rumus itu bahtera kita selamat sampai ke pelabuhan terakhirnya. Pelabuhan jannatun naim. Taman segala kenikmatan. Rumus-rumus berupa adab, hak dan kewajiban yang disematkan Allah pada jabatan istri atau suami. Rumus yang seharusnya dipakai dengan keyakinan terhadap adanya hari hisab dan kecintaan kita kepada Allah.
Rumus itu selalu bisa dipakai oleh siapa saja, tapi tanpa keyakinan dan cinta kepada Allah tak akan membawa pelakunya menuju kebahagiaan akhirat. Hanya menjadi debu yang beterbangan. Rumus itu tertahan sebatas dinding kamar dan tembok apartemen yang mati rasa. Meski cinta antar pasangan itu begitu syahdu dan hangat.
Seperti seorang violis yang kehilangan cintanya kepada biola, kita dengan pasangan ada kalanya kehilangan apa yang tersurat dengan litaskunu ilaiha (sakinah/kecenderungan dan ketentraman kepada pasangan). Maka kecenderungan dan ketentraman kita ketika bersama Allah seharusnya mampu menyelamatkan diri kita agar tetap berpegang dengan rumus-rumus yang ada. Ada hak dan kewajiban yang tetap terpanggul di bahu-bahu kita. Sebagai suami atau sebagai istri, ada adab yang tetap harus kita tunaikan semampunya.
Justru di sini ujian bagi sebenar-benar kecenderungan diuji, kecenderungan kita kepada Allahlah yang melahirkan kecenderungan kita kepada pasangan kita. Perasaan tenteram dan puas kita ketika berhasil menunaikan bagian-bagian yang Allah tetapkan untuk kita. Saat kita tenteram dan puas ketika menjalankan rumus-rumus dari Allah dalam kehidupan rumah tangga kita, meski tanpa rasa, tanpa cinta kapada pasangan, dan benar-benar hanya karena transaksi kita dengan Allah.
Dalam buku berjudul Wonderful Family karya Pak Cahyadi Takaryawan dikisahkan seorang suami bercerita padanya, bahwa ia baru merasakan cinta kepada istrinya setelah 10 tahun berumah tangga. Namun, sepanjang 10 tahun itu ia berusaha menjadi suami yang baik. Ya, cinta memang anugerah, karunia Allah, namun mematuhi rumus-rumus dalam kehidupan rumah tangga kita adalah kewajiban kita. Meski belum kita dapatkan rasa cinta kita harus tetap menjadi istri yang baik juga suami yang baik. Tetap harus menjadi pakaian yang saling melindungi (QS. Al Baqarah:187). Diceritakan pula bahwa seorang ulama berkata, “Selama 40 tahun aku beribadah baru pada tahun ke 40 itulah aku merasakan nikmatnya.”
Cinta datang kadang setelah perjalanan panjang yang berliku, setelah proses tahaddu (saling memberi) yang meletihkan. Tapi tenang saja, insya Allah setelah tahaddu pasti ada tahabbu sebab katanya tahaddu tahabbu, salinglah memberi kompensasi niscaya akan saling mencintai.
Memang seperti seorang violis yang memainkan biolanya tanpa rasa ketika hak dan kewajiban berumah tangga ditunaikan tanpa ada rasa cinta kita kepada pasangan. Tapi mereka yang beriman tidak layak hambar menjalani apapun perannya di dunia ini. Pembenaran kita terhadap adanya yaumiddin membuat pelaksanaan hak dan kewajiban itu sepenuh jiwa kita.
Lihatlah para ulama yang tak kurang-kurangnya disiksa, keluar masuk penjara ketika menunaikan kritiknya kepada para penguasa. Namun, ketika khalifah menyerukan jihad, mereka tampil pada barisan pertama. Tak ada ruang bagi dendam pribadi. Mungkin mereka berlogika, kemaksiatan khalifah adalah urusan khalifah dengan Rabbnya, sedangkan amalan jihad kami adalah kewajiban kami terhadap Allah. Maka, saat suami atau istri kita tak memenuhi harapan kita, di sini keikhlasan kita diuji. Selagi kekecewaan itu tidak membuat kita kehilangan keyakinan, kehilangan sholat fardhu kita, maka ada harapan dan cinta kita kepada Allah yang sangat mampu membuat kaki kita teguh menjalankan proses tahaddu.
Hanya kepada Allah kita memohonkan harapan agar rumus-rumus yang kita pakai itu agar tahaddu itu berbuah harmoni yang indah dalam rumah tangga kita di sini maupun di akhirat sana. Allahlah tempat semua harapan. Wallahua’lam. (Esqiel/muslimahzone.com)